O to Born ~ Masbray, sedikit menyimak pabrikan berlogo huruf S asal Jepang yang ikut berlaga di persaingan sport roda dua kelas dunia, memang terlihat jelas Suzuki bukan main main membangun kualitas. Baik dari produk produk yang dijual massal maupun peruntukan balapan, Suzuki kembali bisa menunjukkan taringnya. Suzuki sempat absen dari ajang balap MotoGP, sebelumnya lebih dari 10 tahun kejuaraan tersebut didominasi oleh kemenangan tim pabrikan dan satelit brand asal Jepang lainnya dengan pebalap rookie yang bertahan menjadi juara dunia bertahun tahun dan ditempel ketat oleh tim terkaya di ajang tersebut dengan livery serba oranye. Sangat tingginya cost untuk mengikuti satu musim balap di MotoGP dengan prestasi yang minim pada saat itu membuat Suzuki terpaksa menarik diri dari ajang tersebut. Tapi itu dulu, karena sekarang semua tau Suzuki Bukan Lagi Kaleng Kaleng di Era Kebangkitannya .
Rupanya Suzuki menerapkan filosofi ketapel, dimana untuk melesat lebih cepat harus rela mundur sejenak mengambil ancang ancang. Musim 2015 menjadi tahun kembalinya Suzuki di MotoGP, dengan menggaet pebalap pebalap yang memiliki talenta namun tidak mendapatkan posisi di tim tangguh saat itu. Adalah Aleix Espargaro dan Maverick Vinales yang menjadi pebalap terpilih pada re-debut Suzuki bersama ECStar. Keduanya merupakan rookie dari kelas Moto2 yang punya talenta mengesankan.
Pada dua musim pertama, keduanya menunjukkan kelihaiannya diatas kuda besi prototype Suzuki yang masih dalam status ‘kembali nubi’ dan dapat izin development mesin lebih longgar dibandingkan pabrikan lainnya. Ada keuntungan Suzuki kembali di tahun tahun dimana semua pabrikan sedang dalam belajar memahami ban baru dari Michelin, semua struggle untuk penyesuaian. Dan dalam kondisi tersebut Suzuki memiliki semangat lebih juga tim tidak terbebani oleh apapun, kecuali berusaha beradaptasi semaksimal dan secepat mungkin.
Dalam masa masa tersebut, Suzuki mulai menemukan ritme untuk bisa mengikuti permainan tim tim pabrikan barisan depan, namun masih terkendala pada power pada mesin GSX-RR tunggangan Iannone dan Vinales yang belum mampu mengimbangi tunggangan lawan, terutama di lintasan lurus. Kabar baiknya, Suzuki memiliki sasis jauh lebih stabil di tikungan, itu menjadi bekal untuk pengembangan arm dan mesin untuk meningkatkan power tanpa kehilangan kestabilan yang sudah dimilikinya. Ketika pabrikan sedang berjuang menjemput kemenangan, justru pebalap pebalapnya diuji kesabarannya. Yup, mereka sangat bertalenta, skill mungkin melebihi kemampuan motornya pada saat itu. Dalam kondisi tersebut, kesetiaan dan kesabaran diuji, dan ternyata Vinales yang lebih sering tampil apik di akhir pekan menjadi rookie favorit incaran tim pabrikan lainnya. Ambisi pemuda yang seolah peluangnya menjadi juara dunia hanya ‘kepentok’ oleh kemampuan motor tunggangannya pada saat itu membuatnya memilih pindah tim mengambil tawaran tim pesaing menjadi tandem pebalap legenda aktif juara dunia MotoGP 7 kali berturut turut. Aleix Espargaro pun harus lepas dan pindah ke tim lain.
Memasuki musim berikutnya, Suzuki meminang Alex Rins untuk menemani Iannone. Rins merupakan rookie di MotoGP, terpilih karena memang aksinya sangat tangguh ketika bersaing di kelas Moto2 musim musim sebelumnya. Bukan awal yang mudah baginya, tapi di MotoGP tim Suzuki Ecstar sudah memiliki bekal lebih banyak ketimbang ketika comeback nya bersama Vinales pada musim musim sebelumnya. Iannone dan Rins mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya di atas kuda besi masing masing, dan perlahan GSX-RR pun mulai mengganggu persaibgan di baris depan. Iannone dengan pengalaman yang lebih banyak mencetak sejarah baru untuk Suzuki dengan meraih podium beberapa kali dan kemenangan pertama untuk tim. Sedangkan Rins seolah mendapatkan semua bekal yang dibutuhkan juga mampu bersaing dengan pebalap pebalap senior di MotoGP. Berikutnya rupanya kesabaran dari Iannone yang benar benar diuji. Seolah berada di zona nyaman, Iannone tidak mampu menyeimbangkan prestasinya dengan manner yang diperlukan dalam sebuah tim. Namun Suzuki lebih peduli keutuhan tim yang sedang berusaha membangkitkan kembali era kejayaan untuk pabrikan berlogo huruf S ini, Iannone pun harus terdepak dari tim di akhir musim. Suzuki yang mulai bangkit dan mampu naik podium serta juara lebih sering dari musim musim sebelumnya akhirnya memiliki hak yang sama dengan tim pabrikan lainnya, tidak lagi mendapatkan keistimewaan dari penyelenggara balapan MotoGP. Saat memasuki musim balap 2019, tim Suzuki Ecstar sudah mendapatkan perlakuan sama sebagai tim yang siap bersaing untuk menjadi juara dunia.
Pebalapnya kali ini, Alex Rins ditemani oleh Joan Mirr yang juga baru naik kelas dari Moto2. Aksi Rins bersama Suzuki sejauh ini semakin menggigit, sementara Mirr masih beradaptasi dengan tunggangan barunya. Meskipun ‘baru’ di MotoGP, Mirr mampu menempel ketat pebalap pebalap pabrikan lainnya, seringkali finish 10 besar. Bahkan dengan kondisi motor yang jauh lebih baik dibandingkan dengan ketika baru kembali di ajang MotoGP pada 4 tahun silam, Suzuki mendekat ke gelar impian, juara dunia. Tahun ini Alex Rins mencetak kemenangan pertamanya di MotoGP bersama tim Suzuki Ecstar, dan dalam 5 balapan awal tahun ini aksinya mampu membuat kacau persaingan tim tim besar di kelas raja raja balap ini dan membuatnya bertengger di 4 besar klasemen sementara pebalap MotoGP.
Balapan terakhir di seri Spanyol yang berlangsung di Jerez kemarin pun Rins mampu meraih podium dua, meskipun hanya start dari urutan ke-9. Saat ini Rins mengumpulkan total 69 poin, berselisih 1 poin dari pemimpin klasemen. Hasil ini yang membuatnya naik ke posisi 2 klasemen sementara.
Ini menunjukkan kesabaran berbuah manis. Baik Suzuki maupun Rins sekarang lebih tangguh dan lebih dekat dengan gelar impian. Masih banyak yang perlu diperbaiki dari kuda besi prototipe GSX-RR saat ini. Namun Suzuki sudah berada di jalur yang sama untuk mencapai kejayaan. Ketekunan dan kesabaran tim menunjukkan Suzuki mampu mencetak pebalap bermental Juara dari Nol.
“Kerja keras dan pergerakan bersama seluruh anggota Team Suzuki Ecstar MotoGP menjadi rahasia kesuksesan menuju kemenangan, dan tidak hanya bergantung pada sang Pebalap saja.”